122. Berkeliling Pulau Bali.

Mentari bersinar cerah. Cahayanya sudah menyelinap ke dalam kamar. Menjilat kulit tubuh Lorna yang telanjang karena selimut sudah tak lagi menutupi tubuhnya. Bercinta semalam seperti melolosi persendiannya. Membuatnya tertidur nyenyak. Tubuhnya yang indah, yang dibungkus kulit putih tanpa cacat, tertelungkup tak berdaya, seperti bayi polos yang sedang tertidur pulas.
Cahaya mentari pagi menjilati kulit tubuhnya. Sinar mentari pagi bagus buat kesehatan kulit dan tulang. Rambutnya yang coklat keemasan, nampak bercahaya terkena sinar mentari. Dewa duduk dikursi memandangi tubuh polos itu, menunggui sejak usai mandi seraya mengeringkan rambutnya yang baru dikeramas.
Sengatan mentari mengusik Lorna dan membuatnya terbangun. Lalu menggeliat, dan menyadari tubuhnya polos tanpa tertutupi sehelai benang, buru-buru mencari dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya kembali.
"Oh!"
Lalu melihat Dewa yang duduk di kursi, memperhatikan dirinya seraya melemparkan senyum. Menyadari, bahwa lelaki itu semalam yang bercinta dengannya, menggeluti tubuhnya, melolosi gaun yang dia kenakan.
"Morning, Dewa!"
"Morning, Na!"
"Sudah lama mandinya?"
Dewa mengangguk.
"Jam berapa kita berangkat?"
"Santai saja. Mandi dulu. Grace dan Rahma baru pulang dari pantai."
"Tahukah mereka jalannya ke pantai?"
"Komang mengantar kesana. Dia datang di saat masih gelap."
"Dewa nakal tak membangunkan Lorna."
"Kenapa? Mau ikut?"
Dewa lantas mendekatinya.
"Biarlah mereka bebas."
Lalu memberi pelukan dan kecupan sesaat. Selimut yang menutup tubuhnya luruh, tubuhnya terbuka, memperlihatkan warna kulit yang putih bersih, yang bersinar bak pualam diterpa sinar mentari.
"Tubuhmu indah sekali," Dewa memuji.
"Belum puas memandangi semalam?" tanya Lorna lembut.
"Tak akan pernah."
Lorna memijit ujung Dewa dengan ujung jari telunjuknya. Kemudian perlahan menyingkirkan selimut membiarkan Dewa memandangi tubuhnya.
Dewa lantas mengangguk.
"Terima kasih!"
"Lorna mandi dulu, ya?" kata Lorna manja.
"Mandilah. Aku di luar? Telepon kalau tak melihatku."
"Mau kemana?"
"Taman di belakang."
"Lorna akan cari di sana."
Sementara Lorna berangkat mandi. Dewa pergi ke taman belakang. Melihat beberapa satwa yang dikurung dalam sangkar. Di sana ditangkarkan burung jalak Bali yang berwarna putih. Tapi bukan itu sesungguhnya tujuan Dewa pergi ke tempat itu.
Dewa ingin menelpon Dama. Ingin menanyakan kabar Wulan.
"Mas, bicara dengan Wulan ya?"
"Mana dia?"
Sesaat kemudian terdengar suara Wulan.
"Ayahku?"
Dewa tertawa renyah.
"Ya, sayang!"
"Hore, Lik Ti! Ayahku!"
"Sudah mandi sayang?"
"Sudah, Yah. Mandi sama Lik Ti di bak mandi. Wulan berenang di bak mandi, Yah. Airnya banyak. Airnya panas. Wulan pingin mandi sama Ayah seperti dulu."
Dewa tertawa.
"Ya, ya, ya. Nanti kalau Ayah pulang ya sayang?"
"Kapan Ayah pulang?"
"Sebentar lagi, sayang!"
"Sama Bunda, Yah?"
"Ayah sedang mencari Bunda. Kalau ketemu nanti Ayah ajak pulang. Ayah akan bilang kalau Wulan sudah lama rindu pada Bunda."
"Ya, Yah. Wulan rindu Bunda."
"Sudah makan, sayang?"
"Sudah, Yah. Sudah minum susu. Susu Moo."
Dewa tertawa. Sapi-sapi yang diternak di Griyo Tawang, Wulan menamainya Moo. Dewa senang mereka semua sehat. Semua kegiatan di Griyo Tawang berjalan lancar. Semua berjalan karena Dewa telah mendelegasikan tugas dan tanggungjawab pada masing-masing orang yang dia percayai. Mulai dari usaha kerajinan. Industri batik. Pertanian. Peternakan. Kesenian. Semuanya kegiatan yang berada dalam lingkup Griyo Tawang.