133. Pengaruh Minuman.


Lorna tertidur di jok belakang mobil selama perjalanan hingga tiba di hotel tempat mereka menginap. Dewa memapah tubuhnya. Lorna nampak mengantuk berat, melangkah dengan melendoti Dewa menuju kamarnya. Sesungguhnya, rasa kantuknya lantaran pengaruh minuman brem, yang baru pertama dicobanya.
Grace dan Rahma bergegas mengintip keluar pintu begitu mendengar Dewa dan Lorna pulang. Bergegas menyongsong mereka.
"Kenapa Lorna, De?" Rahma bertanya keheranan.
"Mengantuk!"
"Oo..."
Grace dan Rahma tak bertanya lagi. Sejak telepon terakhir Lorna, saat dihubungi hingga malam, ponsel Lorna sudah tidak aktif, Lorna sengaja mematikan, tidak ingin kebersamaannya dengan Dewa terganggu.
"Jam dua malam baru kembali?" kata Grace menatap Rahma.
Rahma mengedikkan bahu.
"Sorry, aku ke dalam dulu!" kata Dewa.
"Perlu dibantu?"
Dewa mengedipkan sebelah mata.
"Biar kuistirahatkan. Oke?"
"Oke!" jawab Grace.
Dewa lantas menutup pintu. Mengangkat tubuh Lorna, membaringkannya ke tengah tempat tidur, kemudian melepaskan sepatunya.
"Dewa..."
Lorna menggeliat. Memanggilnya dengan suara lirih.
Dewa segera membelai wajahnya. Memberinya perhatian. Menunjukkan kasih sayangnya.
"Tidurlah. Istirahatlah."
"Peluk Lorna, Dewa."
Dewa lantas memeluknya. Mencium pipi dan dahinya, masih tercium aroma brem dari bau nafasnya.
"Apakah kamu mencintaiku, De?"
"Aku mencintaimu!"
"Apakah kamu akan tinggalkan aku lagi?"
"Kita sudah bersama, Na. Bukankah kita sudah bertunangan."
"Lebih baik Lorna mati, kalau Dewa tinggalkan Lorna untuk kawin dengan gadis lain."
"Tidah, Na! Tidak akan. Kita yang akan kawin. Anggap saja kita sudah kawin, Na."
"Kamu belum memerawaniku. Lorna masih gadis, De. Lorna masih perawan. Kita belum kawin, De. Perawanilah Lorna, biar Lorna yakin jadi milik Dewa."
"Nanti kuperawani. Bersabarlah!"
Dewa mengerti Lorna masih terkena pengaruh minuman.
"Kepalaku pening, De."
"Istirahatlah. Kuambilkan air hangat untuk menetralisir isi perutmu."
"Jangan tinggalkan Lorna, De. Peluk Lorna, Dewa."
Lalu Dewa memeluknya kembali. Kemudian berbisik.
"Aku pergi sebentar. Hanya mengambil air minum buatmu."
"Jangan tinggalkan Lorna..."
Dewa melepaskan pelukkannya. Menghiburnya dengan membelai serta mengecup bibirnya sebelum pergi keluar kamar.
Dewa minta tolong kepada Titi untuk menyediakan minuman air tawar hangat.
"Kenapa Lorna, De?" tanya Grace yang menghadangnya saat kembali dari kamar Titi.
"Nggak kenapa. Hanya pengaruh minuman yang belum pernah dicobanya. Dia hanya mencoba sedikit." Dewa berusaha menjelaskan dengan singkat.
"Minuman apa sih?"
"Brem!"
"Brem? Apa itu?"
"Minuman khas, minuman tradisional."
"Hati-hati, De!" kata Rahma mencemaskan.
"Benar nggak ada apa-apa?" tanya Grace kawatir.
"Ntar keracunan, De?" Rahma sungguh mencemaskan.
"Ah, nggak. Dia akan baik-baik."
"Boleh aku melihatnya?" tanya Grace.
"Dia akan baik-baik setelah minum air hangat. Masuklah."
"Mana, kubawakan air minumnya."
Rahma dan Grace lalu bergegas masuk ke kamar Lorna.
"Mana Dewaku?"
"Dewamu tidak kemana-mana. Minumlah air hangat ini dulu!" kata Rahma.
Grace membantu menegakkan badan Lorna untuk duduk. Lantas Lorna minum dari gelas yang dipegang Rahma. Lorna menatap Dewa. Bola matanya yang biru, putihnya agak kemerahan, akibat pengaruh minuman."
"Berapa banyak yang kamu beri?"
"Ah, hanya mencoba sedikit untuk menghangatkan badan. Minumannya sebenarnya enak. Lorna belum terbiasa saja. Dia memaksakan diri untuk mencoba."
"Berapa botol?"
"Hampir dua gelas."
"Dewa! Ya mabuk dia!"
"Siapa yang mabuk, Rah?" Lorna bertanya dengan pelupuk mata redup.
"Ah, nggak. Dewa yang mabuk!" sergah Grace.
"Jangan salahkan Dewa, Rah." kata Lorna yang tubuhnya bersandar dan dipeluk Grace. Grace membelai rambut dan wajahnya.
"Kita tak menyalahkan Dewa."
"Lorna yang memaksa. Minumannya enak, kok. Nanti kita beli. Nanti kita coba minum bareng. Peluk Lorna Dewa. Beri pelukan Lorna."
Grace dan Rahma memandang Dewa. Keduanya lalu bergeser, memberi ruang pada Dewa agar bisa dipeluk Lorna.
"Thank you. I love you, Dewa."
"I love you, Na."
Grace dan Rahma tersenyum terharu.
"Beri Lorna ciuman, Dewa."
Dewa pun lantas mengecup sesaat bibir Lorna.
"Tidurlah. Beristirahatlah." bisik Dewa.
"Lorna ingin mandi, De."
Grace mengangkat bahu.
"Ada benarnya. Biar dia mandi supaya badannya kembali segar."
"Lorna ingin mandi bersamamu, De."
Grace dan Rahma sama-sama mengangkat bahu dan alis.
"Kamu mabuk, Na!" pekik Grace.
"Sudahlah, Grace! Biarlah Dewa yang akan mengantarkannya mandi!" kata Rahma.
"Good night, Grace!" kata Lorna seraya memeluk erat Dewa.
"Good morning, Na! Ini sudah pagi! Sudah jam dua!"
"Tidurlah dulu. Empat jam lagi bangun lalu mandi," kata Rahma seraya menarik lengan Grace untuk diajak keluar dari dalam kamar Lorna.
Namun empat jam kemudian Lorna masih juga belum bangun. Cahaya mentari sudah menyelinap melalui kaca jendela, menerpa pahanya yang tersingkap dari daster yang semalam dikenakan oleh Dewa.
Dewa sudah mandi saat hari masih gelap. Sudah menyelesaikan beberapa sketsa lukisan Lorna. Sudah pula keluar kamar minta coffemix pada Titi. Juga sudah menelpon Dama dan Wulan.
Kini berdiri di teras. Memperhatikan seekor klarap* sejenis cicak terbang yang hinggap pada batang pohon duku. Jakun hewan itu bergerak-gerak, pandangannya waspada, mengincar seekor kupu-kupu. Tetapi cicak terbang itu tidak mendapatkan buruannya, karena kupu-kupu terbang tinggi semakin jauh dari jangkauannya, hingga datangnya pasangannya yang mengajak berkejar dan berlarian di batang pohon.
Lama termenung dan berdiri di tempat itu. Hingga kemudian dirasakan ada sepatang tangan perlahan dan lembut melingkari pinggangnya, lalu sebuah wajah menembel lunak pada punggungnya. Senyum membersit pada bibir Dewa. Tahu pemilik tangan itu. Tangan itu adalah tangan gadis yang semalam mabuk akibat pengaruh minuman. Tangan itu segera disambutnya dengan memegang dan meremasnya lembut.
"Selamat pagi..." kata Dewa.
Suaranya lunak dan lembut, yang dibalas dengan suara lembut dan berdesah.
"...pagi, De. Apa yang sedang kau renungkan?"
"... menunggumu."
Lorna tersenyum.
"Lorna terlambat bangun..."
"Tak ada yang terlambat karena tak ada yang kau kejar."
"Ada! Lorna sedang mengejarmu..."
Keduanya lantas saling berdiam diri. Meresapi alam. Meresapi suasana. Betapa damai mendengar suara burung yang ada di antara ranting pohon. Betapa damai melihat cicak terbang yang sedang berkejar-kejaran dengan pasangannya. Betapa sejuknya desah angin yang bertiup pada dedaunan pohon.
Grace dan Rahma mengintip dari jendela sebelah. Senang melihat keduanya sudah bangun dan berdiri di teras. Mereka tak berniat mengganggu. Karenanya mereka breakfast sendiri tanpa menunggu Lorna dan Dewa. Mereka mencegah Komang yang bemaksud menemui, yang ingin menanyakan acaranya hari ini, tetapi tidak menceritakan perihal Lorna yang mabuk akibat minuman.
"Kata resepsionis di depan, mereka menyewa mobil." kata Komang.
"Pantas mereka pulang larut pagi dan..." kata Grace tapi tak melanjutkan ucapannya.
"Ah, mereka hanya ingin privasi. Juga agar kamu bisa membawaku bebas untuk jalan-jalan. Apa rencana kita hari ini?" kata Rahma menjelaskan dan bertanya kembali.
"Tadi aku kan sudah bilang, apa rencananya, masih di sini dan berkeliling, atau meneruskan perjalanan?" tanya Komang.
"Sebentar, nanti kutanyakan pada Lorna. Kulihat mereka sudah bangun," kata Grace.
Grace menghubunginya ponselnya.
Dewa mengingatkan Lorna, ponselnya berbunyi. Sesungguhnya Lorna malas menerima, tidak ingin meninggalkan Dewa sendiri di teras, karenanya digandengnya Dewa ikut masuk ke dalam untuk menerima telepon.
Dewa merebahkan punggungnya ke atas tempat tidur saat Lorna menerima telepon.
"Oh, kamu Grace..."
Grace merasa ucapan Lorna normal saja. Seperti tak terbebani dengan hal semalam, bahwa dirinya semalam telah mabuk.
"Sudah mandi?" tanya Grace.
"Nggh...belum."
"Apa rencananya hari ini?"
"Belum tahu. Kutanyakan Dewa dulu ya?"
"Coba tanyakan!"
Lorna menatap ke arah Dewa yang rebah dengan mata terpejam.
"Apa rencana kita hari ini, Dewa? Mereka menanyakan itu."
"Lorna sendiri bagaimana? Mau keluar atau beristirahat?"
"Terserah Dewa..."
"Bagaimana kalau pergi ke pantai yang sore kemarin kita datangi."
"Oke, terserah Dewa!"
Lantas Lorna memberitahukan akan pergi ke pantai.
"Mandi di laut?" tanya Grace.
"Untuk apa bikini yang kita beli itu."
Grace tertawa.
"Kapan berangkatnya?"
"Kapan kita pergi, De?" tanya Lorna menyambungkan ke Dewa.
"Tolong pinjam hapenya. Biar aku yang bicara ke Komang..." kata Dewa.
Lorna menyerahkan ponselnya.
Dewa kemudian menjelaskan tempat yang didatanginya kemarin sore kepada Komang. Dan memintanya untuk membawa Grace, Rahma dan Titi terlebih dulu ke tempat itu. Dirinya dan Lorna akan menyusul, karena mereka sudah ada kendaraan yang mereka sewa kemarin.
"Tahu, tempatnya kan?"
"Beres, De!"
"Kita ketemu di sana!"
"Oke!"
Lorna lantas menelpon Titi untuk ikut serta. Dalam perjalanan jangan lupa membeli buah-buahan, makanan dan minuman.
Lorna melemparkan ponselnya ke samping. Segera menindih tubuh Dewa yang menyambutnya dengan membelai wajahnya. Meski Lorna belum mandi. Tubuh dan nafas gadis itu terasa harum dan segar, barangkali lantaran gadis itu merawat diri dengan baik sehingga tak segan-segan dirinya untuk memilin bibirnya yang terasa manis.
Sesaat kemudian keduanya sudah bergumul dalam sergapan gairah yang menggelegak. Suhunya meningkat seiring dengan naiknya mentari menuju titik kulminasi di langit siang. Yang temperaturnya demikian membakar, menguras keringat hingga mengucur deras. Yang membuat lemas hingga kehilangan tenaga. Laiknya daun yang kemudian layu kekurangan air.
Sesaat kemudian keduanya terkapar dengan dada menyisakan gerakan naik turun. Terbaring laiknya adam dan hawa yang baru saja tercipta. Polos tanpa selubung penutup. Eva pun lenyai dalam dekapan di dada adam.
Saat semuanya reda dan ingin segera membersihkan diri. Lorna ingin mandi dan memintanya dengan manja untuk menggendongnya ke kamar mandi.
"Gendong Lorna ke kamar mandi, De."
Dewa pun lantas menggendongnya ke dalam kamar mandi. Lalu bersama-sama berendam dan bercinta kembali. Betapa indahnya hidup dengan cinta. Membuat tiada bosan untuk selalu bercinta.


* klarap : sebangsa cicak yang memiliki selaput sayap pada sisi badannya, yang digunakannya untuk terbang, seperti halnya tupai terbang.