120. Menunggu di Pantai

Saat kembali dari berbelanja swimsuite, Lorna, Grace dan Rahma mendapati Dewa sedang rebah tiduran di kursi pantai di bawah payung.
"Ya, ampun, Na. Kasihan bener. Menunggu sampai ketiduran!" kata Rahma kepada Lorna.
"Mana Komang?" tanya Grace karena melihat Dewa sendiri saja di tempat itu.
Lorna memberi isyarat telunjuk pada bibirnya, agar Rahma dan Grace tidak berisik.
Grace dan Rahma mengambil tempat duduk di bawah payung pantai yang lain yang berada di sebelahnya. Memberi keleluasaan Lorna dekat dengan Dewa. Titi bergabung bersama Rahma dan Grace. Sementara Lorna nersabar menunggu Dewa sampai Dewa membuka mata.
Lorna tersenyum sembari menatapnya lembut.
"Sudah lama?" Dewa bertanya, lantas bangun duduk.
"Lumayan..." jawab Lorna seraya memberinya sehelai tisu basah.
Dewa menerima dan membasuh wajahnya dengan tisu tersebut.
Lorna membuka sebuah kota ice-cream. Dengan menggunakan sendok plastik menyuapkan ice-cream itu kepada Dewa. Dewa menerima suapan dan melambai tangan ke arah Grace dan Rahma yang tersenyum membalas lambaian tangan Dewa.
Dewa dan Lorna menikmati ice-cream. Begitu pula Rahma, Grace dan Titi melakukan hal yang sama. Udara panas pantai mengeringkan tenggorokan. Kini mereka menghalaunya dengan dinginnya ice-cream.
"Kemana Komang, De?"
"Tadi pamit beli rokok."
"Dewa lapar?"
"Banyak makanan."
"Tapi kita kan belum makan?"
Lorna masih menyuap ice-cream untuk Dewa dan dirinya.
"Kita ajak mereka makan, yuk? Ketempat yang pernah ditunjukkan Komang tempo hari."
Dewa tersenyum. Lorna membalas senyum Dewa. Lalu mendekatkan bibirnya. Dewa tahu Lorna minta dikecup. Tanpa segan-segan Dewa mengecup bibir itu sesaat.
Grace dan Rahma melihat itu. Melihat dua sejoli yang kini selalu bersama. Ingat dulu saatnya yang ingin bertemu bila sehari saja tak melihat Dewa. Mencari dari satu ruang kelas ke ruang yang lain. Ke tempat-tempat di mana Dewa sering berada. Atau menanyakan pada teman-teman dekat Dewa. Hanya untuk mengantarkan sepotong kue atau sebatang coklat dari Lorna. Dan kini Lorna bisa memberi makanan sendiri tanpa perantara kepada lelaki itu.
"Kita sudahi dulu ice-creamnya, ya?" tanya Lorna kemudian.
"Masih banyak?"
"Ada kotak pendingin minuman."
Lorna melambaikan tangan memanggil Titi agar menyimpan kembali ice-cream yang masih tersisa ke dalam kota pendingin. Titi beranjak menghampiri Lorna.
"Ya, Non?"
"Tolong dimasukkan ke kotak pendingin. Yang masih utuh, jangan lupa diberikan ke Komang." kata Lorna kepada Titi.
"Ya, Non!" jawab Titi seraya menerima kotak ice-cream dari tangan Lorna dan membawanya ke tempat Rahma dan Grace. Kota pendingin berada di sana.
"Lorna telepon Komang ya?" tanya Lorna kepada Dewa.
"Teleponlah. Ada nomer teleponnya kan?"
"Ada, kusimpan tempo hari saat Dewa melakukan wawancara dengan temannya yang wartawan itu."
"Teleponlah! Perlu aku yang bicara?"
"Biar Lorna saja!"
Maka Lorna menelpon Komang. Menanyakan keberadaannya. Dan memintanya untuk mengantarkan ke tempat makan yang bermenu ikan laut, tempat yang tempo hari pernah membawanya ke sana.
"Saya berada di mobil. Menunggu di sana."
"Kita pikir kemana? Kita menunggumu. Kata Dewa sedang beli rokok. Kok lama sekali. Nggak tahunya sudah di sana rupanya."
"Maaf. Sengaja menjauh agar yang di sana tak terganggu asap rokokku. Kutunggu di tempat parkir," kata Komang.
"Oke, Komang!"
Lorna memberitahu Dewa kalau Komang menunggu di mobil di tempat parkir.
"Kuberitahu Grace dan Rahma dulu ya?" kata Lorna kemudian beranjak menuju tempat Grace dan Rahma duduk-duduk.
"Kita cari makan dulu!" kata Lorna.
"Kemana?"
"Ada deh! Menu ikan laut. Tempatnya juga di tepi pantai. Komang yang akan mengantar kita kesana. Aku sudah pernah ke tempat itu."
Maka mereka pun berkemas menuju kendaraan. Dan Komang pun lantas mengantar menuju tempat yang diinginkan Lorna. Makan dengan menu ikan laut. Sudah tentu menu yang disukai Dewa.
Tidak lama untuk mencapai tempat yang dimaksud. Lorna mengajak Grace dan Rahma dan Titi, memesan makanan. Sementara Dewa dan Komang memilih tempat lesehan untuk makan bersama. Pelayan rumah makan membantu menyiapkan tempat. Setelah itu Dewa dan Komang menunggu.
Mentari mulai meluncur ke arah barat. Udara di tempat itu mulai tak lagi terik. Titi nampak membawa kota pendingin minuman. Kota itu nampak berat. Komang bangun, berlari membantu menangkatnya.
"Terima kasih, Bang!" kata Titi kepada Komang.
Kotak itu di letakkan tak jauh dari tempat Dewa duduk. Tak lama kemudian nampak Lorna bersama Grace dan Rahma datang menghampiri.
Titi membuka kotak pendingin minuman. Mengeluarkan kotak ice-cream yang diperuntukkan Komang.
"Tadi Abang dicari tak ada. Ini ice-cream buat Abang," kata Titi kepada Komang.
"Wow, terima kasih!"
Dewa tersenyum.
"Mas Dewa mau dikeluarkan ice-creamnya?" tanya Titi pada Dewa.
Dewa menggerakkan tangannya menolak. Lorna yang baru datang berkata.
"Sudah kupesankan air kelapa. Sebentar lagi datang."
Lorna lalu duduk di samping Dewa.
"Ternyata pemandangannya bagus juga di siang hari," kata Lorna seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Mau jalan-jalan?" tanya Grace.
"Ntar saja, habis makan!" jawab Rahma.
Komang bangun dari duduknya. Berpamitan pergi sebentar.
"Mau merokok?" tanya Lorna.
Dewa tersenyum memandang Komang.
"Kularang dia merokok bila dekat dengan kalian."
Komang tertawa, lalu beranjak pergi.
"Setahuku Dewa nggak merokok," kata Grace.
"Nggak kayak, Benny. Kayak lokomotif," Rahma menambahkan.
Begitu Rahma menyebut nama Benny. Lorna melirik kepada Dewa. Dia jadi teringat bahwa mereka berdua sampai saat ini masih belum saling bertemu sejak peristiwa di pintu gerbang sekolah.
Pandangan Dewa meluncur ke kejauhan. Memandang hamparan laut yang luas.
Lorna jadi diingatkan, bahwa hingga saat ini masih ada hubungan yang mengganjal diantar mereka lantaran dirinya. Tak bisa menyalahkan ataupun membenarkan, mana yang salah dan benar di antara mereka berdua. Walau Dewa sudah menjawab bahwa tidak ada perselisihan antara dirinya dengan Benny setelah peristiwa itu, tapi tak cukup sampai keduanya bertemu kembali.
Grace dan Rahma melihat baik Lorna maupun Dewa nampak berdiam diri. Mereka jadi tidak enak hati. Dewa nampak melamun demikian pula Lorna. Untunglah tak lama kemudian Komang muncul seraya menenteng Gitar. Grace dan Rahma tertawa senang.
"Kamu yang nyanyi, Mang. Kita pingin dengar kamu menyanyi."
Komang tertawa.
"Mengisi kekosongan sambil menunggu pesanan datang. Aku masih penasaran dan belum puas menyaksikan Dewa di atas panggung."
Dewa tersenyum datar. Menatap sayu kepada Lorna yang juga menatapnya sendu. Tatapan Dewa baginya menikam sekali. Dirinya merasa bersalah berdiam diri seperti itu. Ucapan Rahma yang menyebut nama Benny menciptakan situasi serba salah.
Padahal Dewa sedang diingatkan peristiwa saat tak sengaja bertemu Lorna di awal reuni yang Lorna sadari. Pikirannya seandainya Lorna sikapnya sudah berubah, tak sebagaimana harapannya. Tentu saat ini tidak lagi bisa duduk berdampingan seperti sekarang. Tetapi kenyataan terwujud lain. Dalam beberapa hari sudah pergi bersama kemana saja. Dan akhirnya memutuskan untuk bertunangan.
Dewa tanpa sadar mengangguk-sangguk.
"Ada apa De?" tanya Lorna lembut.
Dewa tersentak dari lamunannya.
Semua yang ada di situ memandang Dewa tanpa berkedip. Sebab Dewa tak bereaksi lantaran sejak tadi Komang menyodorkan gitar dan tak ditanggapinya, padahal Dewa tak memperhatikan itu.
"Kenapa?"
"Melamun?" tanya Lorna lembut.
Dewa tak menjawab. Kemudian tergagap saat menyadari situasinya. Lalu mengambil gitar yang diulurkan Komang. Mencairkan suasana karena semuanya tertawa, kecuali Lorna yang tersenyum-senyum, masih merasakan kegetiran yang menyelinap dalam sanubarinya.
"Bagaimana? Siapa yang mau menyanyi? Kamu saja Rahma atau kamu Grace?" tanya Dewa sembari menala nada senar.
Dewa memandang Lorna. Memberinya senyum. Senyum itu meredakan kegelisahan hati Lorna.
"Kita berdua..." kata Grace dan Rahma.
"Kupilihkn lagunya ya? Lagu ini yang kalian suka, dan sering kalian lagukan secara iseng dulu." kata Dewa seraya mengedipkan sebelah mata kepada Lorna. Lorna tersenyum.
Rahma dan Grace bertanya-tanya lagu apa yang dimaksud sebelum Dewa mulai memetik intronya. Dengan kepiawaian bermain gitar.
Grace dan Rahma mulaii teringat. Wajah keduanya ceria.
"Oke..oke...!
Lantas Grace dan Rahma pun mulai melantunkan tembang kenangan mereka.

'"Bagai Air di Daun Talas"

Seringkali diriku mencoba
Untuk pahami akan sikapmu
Seringkali aku pun mengalah
Demi terwujudnya cinta kita

Pernah kubicara tentang cinta
Namun kau anggap hal yang biasa
Seolah tiada peduli lagi
Jauh sudah kau banyak berubah

Reff:
Segala cara tlah kucoba,
untuk pahami kan sikapmu
Percuma rasanya bertahan,
dengan segala kesetiaanku

Bagai air di daun talas,
mana mungkin cinta kan terbalas
Buat apa dan percuma saja,
bila bersama tak pernah bersatu
Jalan terbaik kita berpisah

Lorna tersenyum-senyum melihat kedua sahabatnya bernyanyi. Sesungguhnya lagu itu dulu dipakai keduanya untuk menyindir Lorna yang berlagak tak menunjukkan perasaannya kepada Dewa. Kali ini Lorna merasa kena tembak dengan syair lagu itu.
Bola mata Lorna sampai berkaca-kaca lantaran terharu. Hatinya merasa bahagia, walau kenangan itu telah dilaluinya dengan perasaan pahit. Lorna menyeka matanya dengan tisu. Dari pandangan ekor mata, Dewa tahu apa yang tengah melanda perasaan Lorna.
Lagu pun berakhir seiring datangnya pesanan makanan. Wajah Grace dan Rahma ceria. Sementara wajah Lorna merona, tersipu. Namun dirinya berusaha bersikap biasa dengan melayani, menyiapkan hidangan buat Dewa, seperti memberikan cawan buat mencuci tangan Dewa sebelum makan.
"Terima kasih..." bisik Dewa lirih. Dewa tahu perasaan Lorna pada saat itu.
"Kenapa diam, Na?" tanya Grace mulai usil.
"Ah, nggak!" sergah Lorna.
"Dewa yang pilih lagunya, lho, bukan kita."
Lorna menjulurkan lidahnya meledek kepada Grace dan Rahma. Dewa tertawa lunak tanpa melihat mereka bertiga. Dia sibuk menyiapkan potongan makanan yang kemudian diberikan ke mulut Lorna.
Rahma dan Grace tersenyum senang.
Lorna menerima suapan Dewa.
Sembari membungkukan badan mendekat ke Lorna. Grace berkata dengan suarah lirih.
"Kini dia sudah jadi milikmu."
Dewa tertawa renyah.
"Aku tak menyangka kalau dia akan jadi milikku," kata Dewa.
Lorna membeliakkan matanya kepada Dewa. Bola mata biru itu berbinar-binar. Lalu Dewa tanpa segan-segan mendekatkan bibirnya ke bibir Lorna yang disambut Lorna dengan kecupan sesaat. Tak hanya Grace dan Rahma. Titi dan Komang pun dibuat senang melihat sikap yang diperlihatkan Dewa dan Lorna.
"Nanti saja di penginapan kita lanjutkan lagi nyanyinya," kata Lorna.
Mereka pun kemudian menikmati makanan dengan suasana hati gembira. Kali ini Dewa yang menyuapi Lorna, sebab dia tidak ingin jemari dan sela kuku Lorna terganggu oleh remah makanan.
Semua makan menggunakan tangan tanpa sendok dan garpu.