119. Syuting pun Usai

Pengambilan gambar telah selesai. Semua kru merayakan di bar. Mengharap Dewa dan Lorna bisa unjuk kebolehannya di atas panggung seperti kemarin. Namun Lorna keberatan, yang mempengaruhi Dewa turut menolak secara halus.
"Lebih baik bebaskan kru buat jalan-jalan sesukanya sebelum kembali ke Jakarta," kata Lorna pada Imelda.
"Baiklah, Mbak."
"Setelah ini, Lorna ada acara lain. Boleh Lorna minta tolong dimintakan ke Erwin, kopian data pengambilan gambar waktu di bar kemarin?"
"Maksud, Mbak Lorna, waktu mensyuting Mbak Lorna dengan Mas Dewa semalam?"
"Yang ada di bar!" kata Lorna menekankan.
"Baiklah Mbak! Akan kuminta ke Erwin."
Lorna memperhatikan Dewa sedang berjalan meniti pantai bersama Komang. Keduanya nampak serius berbincang. Sementara tak jauh dari tempatnya duduk. Rahma dan Grace sibuk berfoto di taman, berlatar belakang pemandangan pantai. Lorna bersepakat dengan keduanya untuk mengajak membeli pakaian renang, sebagai persediaan untuk mandi di air laut bila mereka berlibur di pantai utara Bali.
Terik mentari membuat Lorna memutuskan menunggu Dewa di bawah payung pantai. Terpaan angin laut, mengibarkan helaian rambutnya yang berwarna coklat. Memberi kesejukan dalam melawan udara panas yang menguap dari pasir yang kering.
Rahma dan Grace melambaikan tangan ke arahnya untuk mengajaknya berfoto. Lorna melambai menolak. Di sana terlihat Titi membantu mengambil gambar Grace dan Rahma. Ketiganya nampak ceria. Lorna senang melihat semuanya ceria, sembari mengamati Dewa dari kejauhan.
Lorna menggunakan ponselnya untuk menghubunginya.
Dewa ragu untuk menerima telepon masuk. Di kejauhan, Lorna melihat keraguan Dewa mengangkat ponselnya. Membuat Lorna menilai, kalau Dewa memang nampak berhati-hati dalam menerima hubungan telepon. Yang Lorna tahu bahwa ponsel itu hanya terhubung dengannya. Padahal ponsel Dewa juga terhubung dengan ponsel Dama. Lorna tak mengetahuinya, dan itu yang membuat Dewa ragu menerima, apakah datangnya dari Dama atau dari Lorna. Namun berhati-hati, jangan sampai Lorna dari kejauhan melihatnya sedang menerima telepon yang bukan berasal darinya.
Saat melihat di monitor telepon berasal dari Lorna. Seharusnya Dewa men-setting nada suara yang berbeda terhadap sambungan telpon Lorna dan Dama.
Lalu Dewa menerima sambungan telepon itu.
"Hai!" sapa Lorna.
"Hai!"
"Kulihat asyik bener kalian berbincang."
Dewa tertawa lunak. Lorna suka tawa Dewa.
"Kulitmu hangus nanti!" kata Lorna mengingatkan.
Dewa tertawa lunak.
"Tabir surya yang dioleskan tadi masih berkerja nggak?" Dewa balik bertanya.
Lorna tertawa renyah.
"Ya masih. Cuma nanti kepala pusing kena sengatan matahari."
Dewa tertawa lagi.
"De.."
"Ya?"
"Lorna mau ke 'boutiqe' hotel, bersama Rahma dan Grace. Mau beli swimsuite buat kita ke pantai utara. Dewa tak keberatan?"
"Silahkan, Na."
"Lorna ingin mengajakmu untuk memilihkan swimsuite buat Lorna."
Dewa tertawa lunak lagi.
"Kenapa tertawa?"
"Apa yang menjadi pilihanmu. Aku akan menyukai. Tentu saja mau, tapi akan tak nyaman bila Rahma dan Grace memilih swimsuit atau bikini di hadapanku."
"Saru, ya?" Lorna menambahkan.
Dewa tertawa renyah.
"Ya, saru. Lorna sudah belajar rupanya. Aku menunggumu saja. Oke?"
"Baiklah, De. Jangan lama-lama di bawah matahari."
"Ya, sebentar lagi aku berteduh di tempatmu. Nanti kutunggu di tempatmu duduk kini," kata Dewa seraya melambaikan tangan ke arah Lorna.
Lorna membalas lambaian tangan.
"Bye, De. I love you! Wait me and see you again!"
"I love you too. Okey!"
Dewa menatap Komang yang menatapnya tak berkedip dengan senyum menyungging dibibirnya.
"Kau sangat beruntung!" kata Komang.
Dewa tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Jadi kau sudah berhubungan dengannya sejak masih di sma kelas satu?"
Dewa mengangguk.
"Kami berhubungan baik, tapi tak sebagaimana orang berpacaran. Aku tak tahu kalau dia selama ini mencintaiku. Dan dia pergi begitu saja, saat aku kawin dengan Nirmala."
"Mungkin dia kecewa!"
Dewa tak menjawab. Pandangannya memincing akibat silaunya cahaya matahari di permukaan pasir. Telapak tangannya digunakan untuk menahan terpaan sinar matahari langsung. Menengadah ke langit biru. Cerah tanpa awan. Udara cerah membuat pantai dipenuhi orang-orang yang bersukaria mandi serta bercanda. Di kejauhan beberapa surfer sedang menikmati gelombang laut.
"Kita berteduh di tempat Lorna tadi," kata Dewa mengajak Komang.
"Lalu dia kembali begitu tahu Nirmala sudah tak mendampingimu lagi?" tanya Komang yang melangkah di samping Dewa.
"Sesungguhnya tidak begitu."
Dewa diam sejenak.
"Beberapa temanku merencanakan reuni sekolah agar dia datang di acara itu, agar aku dan dia bisa bertemu."
"Ketemu di reuni?"
Dewa menggeleng.
Keduanya sudah sampai di payung tempat Lorna duduk. Di atas meja terdapat makanan dan minuman Lorna yang ditinggalkan. Dewa dan Komang lalu menduduki kursi yang ada.
"Kamu haus?" tanya Dewa pada Komang.
Komang mengangkat tangan. Menolak.
"Kalau haus kita pesan"
"Sudahlah. Aku lebih tertarik pada ceritamu."
Dewa tersenyum. Ponselnya berbunyi. Dewa mengangkat alis.
"Mungkin dia..." kata Komang.
Dewa melihat display ponselnya. Lalu mengedipkan sebelah mata pada Komang. Membenarkan.
"Hai!" sapa Dewa.
"Berteduh, Dewa. Panas di pantai," kata Lorna lembut penuh perhatian.
"Sudah! Aku sudah di tempatmu duduk tadi," jawab Dewa.
"Nah, begitu. Sebentar ya, Lorna tak lama kok. Atau Dewa mau menyusul kemari? Kita sudah pilih swimsuite-nya. Jadi nggak ada acara 'saru' lagi."
Dewa tertawa lunak.
"Sudahlah, jangan terburu-buru, rileks saja. Kutunggu di sini saja."
"Thank you! I love you, De!"
"I love you!"
Dewa mendengar gadis itu mengirim kecupan lewat ponselnya sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Dewa menarik nafas panjang. Komang masih memperhatikan.
"Terus?"
Dewa menantap Komang.
"Terus apa?" tanya Dewa.
"Kelanjutan ceritamu tadi."
"Oo.."
Dewa diam sejenak.
"Sampai di mana tadi?"
"Acara reuni tapi kamu tak bertemu dengannya."
Dewa manggut-manggut. Tetapi Dewa tak menceritakan persoalan yang timbul, kenapa mereka tidak bertemu di acara reuni itu. Dewa lalu menyingkat saja ceritanya.
"Dia menemuiku di Surabaya di tempat aku berpameran."
"Wow!"
"Setelah itu dia ikut aku ke Bali, dan bertemu denganmu."
"Wow, jadi belum lama peristiwanya."
Dewa mengangguk.
"Keren!" kata Komang seraya mengambil satu buah jeruk yang ditinggalkan Lorna.
"Jeruk, De?" Komang menawari.
"Makanlah. Jam berapa kita jalan besok?" Dewa bertanya perihal keberangkatan mereka pergi berkeliling pulau Bali.
"Terserah! Nanti kucarikan kendaraan yang lebih lebar dan nyaman, agar terasa lapang selama perjalanan," jawab Komang.
"Tapi kita menginap kalau terasa lelah."
"Gampang. Banyak penginapan. Spontanitas saja. Tapi aku sudah siapkan alternatif penginapan milik keluarga bila kamu tak keberatan."
Dewa mengangguk-angguk.
"Kurasa itu lebih baik!"
Lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Matanya terpejam. Rambutnya yang dia gerai, tertiup angin. Berkibaran.
Komang masih memperhatikannya sembari menikmati buah jeruk.
"Ada potongan cerita mengganggu yang ingin kutahu," katanya kemudian.
"Potongan cerita apa?"
"Alasanmu cepat-cepat kawin dengan Nirmala."
Dewa membuka matanya. Memandang kain payung yang bergoyang-goyang kena terpaan angin laut. Dewa ragu untuk bercerita perihal Nirmala, apalagi yag ditanyakan Komang merupakan hal yang sangat dia tutupi.
"Nikmati saja jeruk itu, jangan nikmati ceritaku."
Komang tertawa.
"Sori! Memang seharusnya tak perlu kutanyakan itu," kata Komang.
"Sori, aku tiduran dulu, Mang."
"Tidurlah. Aku pergi dulu mencari rokok."