118. Sulit Tidur.




Meski pelupuk matanya terpejam
. Sesungguhnya Lorna tak bisa berangkat tidur kembali. Pikirannya masih diliputi kegundahan telah membuat Dewa kecewa karena gagal mengajaknya bercinta seperti keinginan yang diutarakannya sebelum dirinya ketiduran di kamar Rahma dan Grace.
Hatinya tetaplah risau meski Dewa beralasan bahwa waktu sudah menjelang pagi hari. Baginya untuk bercinta tak dibatasi oleh waktu. Yang membatasi keinginan bercinta adalah keinginan itu sendiri. Lalu apakah Dewa sudah kehilangan selera dan berpendapat, bahwa dirinya tidak ingin bercinta dan menggunakan alasan ketiduran di tempat Rahma dan Grace? Apakah Dewa akan berpendapat demikian?
Lorna hanya merasakan helaan nafas hangat dari lubang hidung Dewa yang menerpa keningnya. Kamar itu memang hening, tetapi tidak sedemikian irama hatinya, demikian gemuruh, demikian risau.
Dewa sendiri juga tak bisa melanjutkan tidurnya. Baik Lorna maupun Dewa, waktu tidur yang belum lama dilaluinya, sebenarnya sudah memenuhi kebutuhan akan tidur hari ini. Kini keduanya hanya berdiam diri. Menempatkan diri seakan sedang tidur terlelap.
Tanpa terasa kebisuan yang mereka jalani berlangsung hingga sampai pada waktu dimana waktu menunjukkan kebiasaan Dewa bangun tidur.
Saat Dewa berusaha menghindari tubuhnya dari pelukkan Lorna. Saat itu dia melihat pelupuk mata Lorna lalu terbuka. Bola matanya yang berbinar, menunjukkan pandangan tidak sebagaimana bola mata yang baru saja terbangun dari tidur, sayu.
"Oh, belum juga tidur."
"I am sorry, De."
"Hei!" Dewa lantas merangkulnya dengan erat. "Kenapa masih saja merasa bersalah? Kan sudah kubilang kita bisa melakukannya di lain waktu?"
"Lorna tak ingin membuatmu kecewa, De. Lorna ingin membuatmu bahagia."
Dewa mencium pipinya lembut.
"Kehadiranmu dalam hidup Dewa. Merupakan kebahagiaan di atas segalanya yang kurasakan kini."
"Lorna hanya tak ingin Dewa beranggapan, bahwa Lorna sengaja menghindari ajakan itu, dan beralasan ketiduran di tempat Rahma."
Dewa tersenyum seraya mengecup keningnya.
"Baiklah. Sekarang Dewa bertanya. Lorna tadi ketiduran di kamar mereka?"
Lorna mengangguk.
"Ya, sudah! Lantas apa lagi? Dewa percaya itu. Dewa senang Lorna bisa tidur nyenyak di sana."
"Tapi kenapa Dewa menolak saat Lorna sudah menyiapkan diri untuk itu?"
Dewa lantas membelitkan kakinya pada paha Lorna. Lalu tangannya memeluknya lebih erat. Membuat Lorna merasakan kenyamanan. Lalu menelusupkan wajahnya ke leher Dewa, sampai bibirnya menempel ke leher Dewa.
"Aku tidak menolak, Na. Kita hanya menunda. Sebab, keinginanmu untuk menuntaskan pengambilan gambar bisa diselesaikan hari ini. Supaya waktu selanjutnya bisa kita manfaatkan sepuas-puasnya tanpa terbebani. Dan yang ada dalam pikiranku, agar kamu juga bisa berkosentrasi dan tubuhmu tidak lekas lelah akibat terkuras oleh gairah kita bercinta."
Lorna mengecup leher Dewa. Tangannya memeluk tubuh atas Dewa yang bertelanjang.
Bibir Dewa didekatkan ke daun telinga Lorna. Lalu berbisik.
"Sesungguhnya, aku ingin bercinta denganmu selama seribu tahun tanpa berhenti."
"Ciumlah aku, De. Ciumlah aku..."
Maka Dewa kemudian mencium Lorna sepuas yang diinginkannya.